Apakah Kita Orang yang Beriman?


"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.”
(QS. 3:139)
Ayat ini ditujukan kepada Rasulullah (S.A.W) oleh Allah S.W.T dari atas surga ketujuh, sesaat setelah kaum Muslim kalah dalam perang Uhud dan kembali ke Al-Madinah dengan perasaan sedih dan tertindas. Ini ditujukan sebagai dorongan kepada orang-orang yang beriman setelah kemenangan yang mereka peroleh diambil paksa dari mereka dan kembali kepada kekalahan. Dan mengapa para Sahabat (R.A.) tidak merasa hancur atas kekalahan tersebut? 70 orang terbaik di dunia pada saat itu terbunuh dan tidak terhitung jumlahnya mereka yang terluka. Bahkan Rasulullah (S.A.W) sendiri terluka serius hingga darah mengalir dari wajahnya dan beliau berkata dengan penuh derita bersamaan dengan membersihkan darah yang ada di pipinya: ”Murka Allah adalah sebaik-baik orang yang mengotori wajah Rasul-Nya dengan darah.”
Bagaimanapun, kekalahan tersebut hanya kemunduran sementara sehingga orang-orang yang beriman tersebut dapat merefleksikan alasan kekalahannya, dan dijelaskan secara gamblang pada ayat dalam Surah Ali-Imran, Kesalahan-kesalan dan dosa-dosa beberapa orang yang beriman mencabut kemenangan seluruh bala tentara.
Ketika Umar bin Al-Khattab (R.A.) membunuh tentara Saad bin Abi Waqqas (R.A.) dalam peperangan Al-Qadisiyyah, beliau menyarankan kepadanya: ”Takutlah akan dosamu melebih ketakutanmu pada musuh, karena dosa-dosa lebih berbahaya dibanding dengan musuhmu.” Kita sebagai Muslim menang melebihi musuh-musuh kita hanyalah karena dosa-dosa mereka melebih kita, bukan untuk alasan lainnya. Jika dosa-dosa kita sebanding dengan musuh-musuh kita tersebut, maka mereka akan mengalahkan kita dengan jumlah dan sumber daya mereka yang sangat banyak.
Kemudian Saad (R.A.) mempersiapkan pasukannya berperang melawan tentara-tentara Persia, dan dengan bersungguh-sungguh menyarankan pemimpinnya, dan memenjarakan pecandu alkohol Abu Mahjan Ath-Thaqati, agar tidak turut serta karena dapat menghambat kemenangan para tentara. Sampai saat, Abu Mahjan meratap dalam ikatannya dan membuat syair-syair yang sangat menyentuh istri Saad (R.A.) dimana untuk sementara membebaskannya sehingga dapat berpartisipasi dalam peperangan bersama saudara-saudaranya. Abu Mahjan kemudian pergi menunggang kuda milik Saad (R.A.) (karena Saad (R.A) adalah penunggang kuda yang buruk) dan dengan kegagahan yang tiada tandingannya, sebelum kembali ke selnya di petang hari dan mamakaikan sendiri ikatannya kembali. Hal ini berlangsung terus hingga 3 hari, sampai ketika Saad (R.A) mengenali kepahlawan akan Abu Mahjan, dia melepas ikatannya seraya berkata: ”Demi Allah! Aku tidak akan memenjarakan engkau lagi karena meminum alkohol!” Kemudian Abu Mahjan menjawab, ”Demi Allah! Aku tidak akan pernah lagi menyentuh alkohol setelah hari ini!”. Bala tentara tersebut mengalami kemenangan dan Saad (R.A.) dinobatkan oleh Khalifah Salman Al-Farsi (R.A) sebagai pemimpin baru di Persia, yang menetap disana dengan gaji 1 dirham per hari.
Kemenangan dan kekalahan, keuntungan dan kerugian, sukses dan gagal tidak didasari dengan uang, sumber daya, jumlah atau keahlian. Tetapi lebih kepada didasari oleh keseimbangan akan kepatuhan dan ketidakpatuhan kepada Allah Yang Maha Agung. Semakin kita mematuhi perintah Allah, baik individu maupun berkelompok, semakin kita akan memperoleh Kemenangan-Nya. Semakin kita tidak patuh kepada Allah, semakin kita memperlambat kedatangan akan Kemenangan-Nya. Dosa-dosa salah satu orang Muslim akan menghambat kemenangan untuk yang lainnya. Sangat mudah untuk menyalahkan Bush dan Blair, orang ’Barat’, orang ’Kafir’, atau lebih mudahnya ’mereka’ untuk semua kesengsaraan dan kekhawatiran kita. Tetapi tidak mudah untuk mengaca dan menghitung jari pada diri kita sendiri.
Lihat pada diri kita dan betapa menyedihkannya kita. Kita mengabaikan sholat atau menundanya atau bahkan terburu-buru dalam melakukannya. Kita terlalu pelit untuk mengeluarkan zakat, membiarkan amal sebagai pilihan sendiri. Kita lebih memilih pergi untuk liburan daripada pergi menunaikan ibadah Haji. Kita meminum alkohol, menggunakan dan mengedarkan obat-obatan terlarang (orang-orang Muslim merupakan pengedar terbesar obat-obatan terlarang di dunia saat ini). Kita membiasakan keluar dari ikatan perkawinan, kita mencuri, melakukan kecurangan, memakan makanan haram, menghasilkan sesuatu yang haram dan menjual yang haram. Kita menyiksa istri-istri kita dan memaksa anak-anak perempuan kita untuk menikah dengan dalih ajaran Islam. Kita lebih cepat mengeluarkan dana untuk fashion dan barang-barang mahal lainnya, tetapi lambat untuk mengeluarkan dana untuk rakyat jelata dan orang-orang yang membutuhkan. Kita gagal untuk mengungkapkan satu kata, biarkan sendiri meraih jari, ketika kita melihat saudara muslim kita dipenjara, disiksa, ditangkap, diekstradisi atau dibunuh, dan ketakutan jika harus berhubungan dengan mereka. Kita membuang-buang waktu kita menonton televisi dan bermain dengan computer game, kemudian komplain tidak memiliki cukup waktu untuk menjadi Muslim yang lebih baik. Kita terlalu kecanduan akan musik untuk mendapatkan waktu untuk mendengarkan atau untuk mengingat Al-Qur’an. Kita telalu sibuk untuk bersenang-senang dan bermain-main untuk mengisi tanggung jawab kita sebagai Wakil di dunia milik Allah ini. Dan setelah semua itu (bahkan lebih) kita memiliki ganjalan untuk berpikir Mengapa Kemenangan Allah tidak juga datang. Dengan kekurangan kita, kita harus lebih mengharapkan Murka dan Hukuman Allah dibanding dengan Kemenangan-Nya.
Setiap dosa yang kita lakukan menghambat datangnya Kemenangan Allah. Setiap sholat yang kita tunda memperpanjang penahanan para tahanan di pantai Guantanamo. Setiap obat terlarang yang kita gunakan membiarkan satu lagi Al-Qur’an dibuang ke toilet. Setiap jam yang kita buang untuk menonton TV membiarkan satu lagi umat muslim diculik dan diekstradisi ke tangan orang-orang jahat. Setiap saat kita renungkan sesuatu yang dilarang, kita menempatkan suatu kendala dalam Kemenangan Allah. Suatu dosa bukan merupakan hal yang bersifat pribadi antara hamba dan Allah, tetapi satu dosa dapat membuat perbedaan antara kemenangan dan kekalahan. Setiap dosa yang kita lakukan merupakan satu alasan lagi mengapa Allah tidak kunjung memberikan kita kebebasan, keamanan dan kemenangan.
Allah memberikan kita suatu Janji di dalam ayat Al-Qur’an yang telah disebutkan di awal: ”Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang beriman.”
Allah menjanjikan kita kebebasan bantuan, keunggulan, dan kemenangan dalam kondisi bahwa kita benar-benar orang yang beriman. Jika kita merasakan kekalahan saat ini, bukan berarti Janji Allah itu salah. Lebih kepada, pertanyaan yang harus kita pertanyakan pada diri kita sendiri: Apakah kita benar-benar orang Beriman?