51% Remaja Indonesia Telah Berhubungan Sex

Sungguh sangat mengerikan melihat kerusakan demi kerusakan menimpa generasi muda di negeri ini. Siapa pun menanam buah kebusukan, maka akan menuai hasil kehancuran. Penerapan sekularisme baik dalam sistem pendidikan maupun sistem di negeri ini akhirnya menuai hasil juga. Kerusakkan demi kerusakkan terus terjadi. Pada tahun 2010, sekitar 51 persen remaja di Jabodetabek telah berzina, sebuah perbuatan yang dinistakan agama.
Hal itu mengacu pada Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010, menunjukkan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah. Kemudahan akses terhadap pornografi dinilai ikut menjadi pemicu.


Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno mengatakan, berdasar kajian yang pernah dilakukan KPAI, meningkatnya perilaku seks remaja terjadi karena sejumlah alasan. Satu diantaranya adalah kemudahan mengakses pornografi.


"Perilaku seks remaja terjadi karena pengaruh materi pornografi yang mudah dan murah diakses," kata Hadi Supeno, Ahad (28/11/2010).


Selain itu, kehidupan malam yang mulai dilakukan sebagian remaja juga ditengarai menjadi penyebab seks bebas. Apalagi bila orangtua tidak peduli, kegiatan seks bebas di kalangan remaja menjadi semakin meningkat. "Juga karena tidak tahu risiko atas perilaku tersebut," sambung Hadi.
Kepala BKKBN Sugiri Syarif mengatakan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan. Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN selama kurun waktu 2010 saja.


Dari kasus perzinaan yang dilakukan para remaja putri tersebut, yang paling dahsyat terjadi di Yogyakarta. Pihaknya menemukan dari hasil penelitian di Yogya kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahasiswi di kota Gudeg tersebut menerima gelar MBA (marriage by accident) alias menikah akibat hamil maupun kehamilan di luar nikah.
Sugiri menambahkan, seks pra nikah ini adalah salah satu pemicu meningkatnya kasus HIV/AIDS. Data dari Kemenkes pada pertengahan 2010, bahwa jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157 kasus HIV positif dengan prosentase pengidap usia 20-29 tahun (48,1 persen) dan usia 30-39 tahun (30,9 persen). Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak heteroseksual (49,3 persen) dan IDU atau jarum suntik (40.4 persen). Sedangkan jumlah pengguna narkoba di Indonesia saat ini mencapai 3,2 juta jiwa, 75 persen di antaranya atau 2,5 juta jiwa adalah remaja.
Menuai Hasil
Meningkatnya kerusakkan yang menimpa generasi negeri ini sebenarnya telah diperkirakan sebelumnya ketika sistem yang rusak terus menerus diterapkan sementara Islam diabaikan. Tengok saja dalam di dalam sistem pendidikan yang miskin edukasi dan berbasis sekularisme telah menghilangkan Islam sebagai pondasi pendidikan.
Pemberian materi internet kepada anak-anak sekolah tingkat pertama pada pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tidak langsung telah menggiring anak-anak remaja untuk menjelajahi dunia maya. Sementara, pihak-pihak terkait tidak melakukan filterisasi halaman-halaman internet yang kini semakin bebas dan membahayakan.
Demikian pula, kebebasan dan perusakkan generasi terjadi melalui sistem sosial dan budaya. Atas nama hiburan dan kepentingan kapitalis, melalui media televisi terus menerus disajikan tayangan-tayangan yang tak mendidik dan menghancurkan generasi tanpa sedikitpun peringatan keras dari pihak berwenang.
Beberapa stasiun televisi sudah tidak malu lagi menayangkan acara-acara murahan seperti sinetron yang bertemakan pacaran, cinta palsu, hingga konser musik yang penuh dengan kemaksiyatan dicekoki ke rumah-rumah kaum Muslim. Bahkan, para pelaku kehancuran semakin berani dan berkeliaran untuk terus menerus membuat tayangan-tayangan yang merusak itu baik melalui sinterton atau film layar lebar.
Demikian pula para kapitalis yang memiliki kepentingan untuk meraup keuntungan, sering melupakan nilai-nilai kemuliaan sehingga berbagai cara ditempuh untuk meraih keuntungan. Dalam beberapa tayangan iklan, terkadang menjadikan perempun menjadi objek yang tak jauh beda dengan barang. Begitu juga, para kapitalis tak segan-segan untuk menyandang dana bagi event-event yang merusak generasi.
Sementara, negara yang semestinya mampu menjaga harkat dan derajat generasi ini tak mampu melakukan apa pun kecuali diam tak berdaya dan terkalahkan oleh para kapitalis. Pendidikan masih mengacu pada kurikulum barat. Di sisi lain, penyebaran perilaku rusak terus dibiarkan. Termasuk konten-konten internet yang tak mendidik pun terus berkeliaran, sekalipun menkominfonya dari kalangan Islam. Walhasil, semuanya menuai hasil, tampaklah kerusakkan yang semakin meningkat berupa perbuatan bejat di kalangan generasi muda.
Solusi Palsu Menambah Masalah


Maraknya perzinaan di kalangan remaja ini tentu bukan persoalan sepele melainkan telah mengancam masa depan negeri ini. Hanya saja, disayangkan banyak kalangan yang masih juga tak peduli bahkan tidak sedikit yang ikut serta menjerumuskan generasi ke jurang kenistaan tersebut.
Sebut saja, menjelang hari Aids sedunia di awal Desember, kerap kali dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk memasarkan alat kontrasepsi. Solusi kondom yang selalu digembar-gemborkan menjelang hari Aids sedunia alih-alih menyelamatkan generasi malah menggiring pada perzinaan. Termasuk juga, solusi palsu Sex Education yang disisipkan dalam kurikulum pendidikan melalui Kesehatan Reproduksi Remaja tidak menyentuh pada persoalan mendasarnya. Malah dari sebuah penelitian terjadi peningkatan perilaku bejat di kalangan pelajar setelah diterapkan KRR dibandingkan sebelum diterapkan KRR. Anak-anak remaja menjadi ingin mencoba, sementara fasilitas pun bebas.


Maraknya pergaulan bebas di kalangan pelajar dan remaja sebenarnya juga menunjukkan kegagalan Sistem Pendidikan yang berbasis sekuler yang diterapkan di negeri ini. Pasalnya, mereka tiada lain usia remaja yang tidak lebih dari usia sekolah di mana mereka mengenyam bangku sekolah. Sementara pendidikan yang ada tak mampu menyelamatkan mereka. Buktinya, mengapa pergaulan bebas ini marak di kalangan remaja yang tiada lain anak-anak sekolah?
Hal itu wajar saja, karena kurikulum pendidikan di negeri ini berbasis kepada sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Alih-alih anak-anak mengenal tentang ilmu hidup dan cara bergaul sesuai dengan agama mereka serta bagaimana menjalani kehidupan ini dengan benar malah yang ada disuguhi materi dan teori yang terkadang tidak menyentuk kepada aspek kehidupan mereka.
Di sekolah, anak-anak tidak dikenalkan bagaimana sistem pergaulan menurut Islam karena memang tidak ada pelajarannya. Tetapi yang ada malah diajarkan reproduksi remaja, termasuk dikenalkan bagaiamana agar tidak terjadi kehamilian. Sederhana pertanyaanya, untuk apa para pelajar kelas 9 SMP diperkenalkan materi yang sebenarnya hanya layak bagi yang sudah berkeluarga itu kecuali sebagai usaha menutupi maraknya perzinaan di kalangan pelajar.
Sungguh solusi yang tak menyentuk akar masalah. Ditambah lagi, pemaksaan ide-ide kebebasan dan hak asasi manusia dan kesetaraan gender yang semua berbasis kepada ide-ide barat telah menggiring generasi di negeri ini untuk bebas berbuat apa saja, sehingga tidak lagi menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan. Walhasil, menanam keburukan pun akhirnnya menuai hasil, separoh anak negeri ini telah berzina. Naudzubillahi mindzalik.
Solusi Tuntas Kembali kepada Islam
Sudah saatnya, kaum Muslim mencampakkan ide-ide Barat yang telah terbukti gagal mendidik generasi negeri ini. Kini saatnya negeri ini kembali kepada Islam sebagai solusi tuntas atas berbagai persoalan yang menimpa negeri ini. Islam merupakan dien (agama) yang sempurna yang berasal dari Sang Pencipta alam raya, manusia dan kehidupan. Islam mengatur segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya pergaulan laki-laki dan perempuan.
Sistem sekularisme yang diterapkan baik dalam tananan pemerintahan, sosial dan pendidikan telah nyata gagal mendidik anak negeri ini. Sudah saatnya pendidikan sekularisme yang telah gagal itu diganti dengan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan aqidah dan betujuan membina pola pikir dan pola sikap dengan Islam. Para pemegang kebijakan pun sudah saatnya dengan ketulusan hati mereka untuk bersegera menyelamatkan generasi negeri ini, karena mau tidak mau mereka juga memiliki anak-anak yang bisa jadi akan ikut menjadi korban akibat sistem yang mereka terapkan selama ini.
Di samping itu, berbagai komponen masyarakat sudah saatnya kini menggencarkan kembali pembinaan-pembinaan remaja baik di masjid-masjid, sekolah-sekolah termasuk di tatanan keluarga. Membina remaja dan pelajar dengan Islam, tidak lain untuk memahamkan mereka dengan ajaran Islam yang sempurna dan paripurna, termasuk di dalamnya tentang sistem pergaulan dalam Islam.
Di dalam sistem Islam, maka Khilafah akan benar-benar menjaga generasi muda mereka. Bahkan Khilafah akan menjadikan generasi muda tersebut sebagai aset yang sangat tinggi nilainya. Khilafah akan mendewasakan mereka dan menjadikan generasi muda Muslim kembali seperti generasi Ali bin Abi Thalib di mana pada usia 8 tahun sudah bersama dengan Rasullah Saw untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Insya Allah, masa depan ada di tangan remaja, ada di tangan Islam. Takbir! [m/f/dtk/ant/syabab.com]